Sudah 1,5 tahun lebih Virus COVID-19 berkeliaran di muka bumi ini. Hal ini memberikan dampak pada berbagai bidang, khususnya di bidang pendidikan. Sebelumnya, perkenalkan nama saya Riyanto siswa kelas 9 SMP Negeri 1 Kaliwungu, Kabupaten Semarang. Di artikel ini, saya akan menceritakan tentang pengalaman PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) di masa pandemi.
Di awal pandemi saya masih duduk di bangku kelas 7 Tahun Ajaran 2019-2020. Saat itu saya senang sekali bisa merasakan menjadi peserta didik baru di SMPN 1 Kaliwungu. Saya juga senang saat itu bisa melaksanakan upacara sekolah, ekstrakurikuler pramuka, dan belajar di kelas bersama-sama. Masa paling indah memang masa-masa saat sekolah, berkumpul bersama dari jam 7 pagi sampai dengan jam 2 siang yang penuh cerita.
Namun, semenjak adanya pandemi COVID-19 semuanya berubah secara drastis. Infeksi COVID-19 pertama di Indonesia terjadi pada bulan Maret 2020. Saat itu diumumkan di lapangan basket, bahwa sekolah diliburkan selama 2 minggu. Saya sangat merasa senang sekali bisa santai-santai di rumah. Kemudian diumumkan kembali bahwa akan ada PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) via daring. Saya menjadi lebih khawatir dan was-was dengan keadaan yang di handle oleh si corona.
Pembelajaran Jarak Jauh sudah menjadi bagian dari kegiatan belajar bagi setiap murid. Sekolahku memanfaatkan aplikasi Google Classroom, Google Meet, Zoom dan WhatsApp sebagai media belajar mengajar. Saat daring di rumah, tidak jarang saya menyiapkan makanan ringan di meja belajar untuk menemaniku berjuang. Waktu kegiatan pembelajaran jarak jauh sama dengan tatap muka di sekolah. Mulai jam 8 pagi sampai jam 2 siang.
Di saat guru mengajar melalui Google Meet, banyak siswa yang masih absen di kelas. Biasanya, yang antusias hanya beberapa murid saja. Mungkin karena kuota habis, gawai kurang mendukung atau jaringan internetnya lemah.
Alhamdulillah, Kemdikbud mengeluarkan program kuota internet bagi pelajar & mahasiswa. Kalau tidak salah, saya dapat kuota 10gb dengan pembatasan apk Instagram, Facebook, Twitter, dsb. Dengan program ini, saya jadi lebih tenang, karena bisa melihat sumber belajar di internet tanpa data seluler pribadi.
Dampak PJJ sangat terlihat bagi kehidupan saya pribadi. Jujur, tingkat kemalasan saya menjadi tinggi, lihat tugas banyak jadi stres, bahkan tugas-tugas sampai menumpuk. Terkadang juga merasa belum menguasai materi, tiba-tiba sudah mau ulangan saja. Itu semua adalah musuh bagi saya yang harus kumusnahkan. Membangkitkan semangat dalam belajar juga merupakan tantangan yang harus saya hadapi. Meski sudah membaca kata-kata motivasi, terkadang masih enggan dalam melakukan sesuatu.😩😩
- Kurang paham materi, karena sumber belajar biasanya dari YouTube
- Tidak bisa mengatur waktu dengan maksimal
- Kurang bergaul dengan teman-teman, karena keterbatasan ruang akibat COVID-19
- Kewaspadaan kesehatan mata, sebab setiap hari berhadapan dengan layar.
Tetapi, menurut saya pribadi PJJ juga memiliki dampak positif, yaitu:
- Kita dituntut untuk belajar mandiri
- Mengetahui arti disiplin dan tanggung jawab yang sebenarnya.
Setelah kurang lebih 6 bulan kemudian, senang sekali Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang memberi izin untuk melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka. Di SMP Negeri 1 Kaliwungu menerapkan sistem Blended Learning, yaitu campuran kegiatan belajar secara tatap muka dan daring. Tatap muka di sekolah disusun berbeda, satu kelas hanya terdiri 17 dari 34 murid (50%) dengan sistem ganjil genap. Sesi 1 (jam pagi) dengan no.presensi ganjil dan sesi 2 (jam siang) dengan no.presensi genap. Dalam seminggu hanya berangkat sekolah 2 hari (selasa & jumat), dan setiap mata pelajaran hanya berdurasi 30 menit.
Sudah lama tidak bertemu dengan teman sekelas, rasanya canggung untuk memulai obrolan. Rasanya seperti masa-masa awal menjadi murid baru. Lama-kelamaan, saya sudah siap beradaptasi belajar PTM (Pembelajaran tatap muka) dengan kondisi pandemi.
Tidak hanya itu, saat terjadi lonjakan COVID-19 kegiatan belajar diganti dengan sistem PJJ via daring (dalam jaringan). Kemudian menunggu instruksi Dinas Pendidikan untuk bisa melakukan PTM lagi. Kondisi tatap muka seperti ini sudah dilakukan selama 1 tahun ajaran, saat saya kelas 8.
Saat tahun ajaran baru 2021/2022, saya sudah menjadi siswa kelas 9, dimana saya harus lebih giat belajar lagi untuk bisa masuk ke SMA favorit. Di kelas 9 ini sistem tatap muka disusun berbeda dengan tahun lalu. PTM dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok 1 & kelompok 2. Kelompok 1 (jam pagi) dengan no.presensi 1-17, dan kelompok 2 (jam siang) dengan no.presensi 18-35. Sama seperti yang lalu, dalam seminggu hanya berangkat sekolah 3 hari, dan setiap mata pelajaran hanya berdurasi 30 menit (kecuali Jumat hanya 25 menit).
Intinya, sistem PJJ ini tidak efektif dan tidak maksimal dibanding belajar secara langsung di sekolahan. Saya berharap semoga pandemi COVID-19 ini bisa musnah dari Bumi Pertiwi. Sehingga kita semua bisa beraktivitas seperti dahulu. Sudah rindu sekali dengan upacara sekolah dan pramuka. Pokoknya harus tetap sabar dan kuat menghadapi semua cobaan ini.
Sekian cuitan dari saya. Mohon maaf jika kalimatnya kurang enak dibaca/tidak padu. Tinggalkan balasan, agar saya bisa lebih baik lagi🙏
See you next time. Bye...
Tulisannya menarik, tetap semangat belajar ya...
BalasHapusTerimakasih pak🙏
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMantab,ditunggu karya selanjutnya
BalasHapus